Suling Dewa adalah sebuah alat seni tradisional masyarakat Bayan secara umum termasuk desa karang bajo Lombok Utara. Suling yang berukuran 1,25 cm ini, dinilai memiliki kekuatan magis tersendiri bagiMasyarakat di Bayan kala itu.
Apa kelebihan Suling Dewa ini, menurut cerita masyarakat Bayan secara turun-temurun diceritakan bahwa, aneka budaya Nusantara yang ditelurkan warga komunitas masyarakat Bayan Lombok Utara ini, memang unik. Sebab selain para pemainnya dipilih orang-orang yang sudah monopaus, juga harus langsung keturunan dari Suku Sasak Bayan asli.
Suling Dewa ini sendiri, biasanya digunakan untuk sebuah acara ritual, dimana musim panas yang berkepanjangan kala itu, selalu diakhiri dengan datangnya hujan, setelah sekelompok masyarakat menggelar acara seni Suling Dewa lengkap dengan sesajen yang dipercayai.
Biasanya, kesenian ini dimainkan oleh sedikitnya enam pasang atau kelipatan kurang atau lebih. Peniup Suling Dewa sendiri nampak angker, ketika meniup suling berukuran besar ini/ sementara sang Nenek sebagai “Penjanjam” atau “Penembang Monyeh,” juga sudah monopaus. Hal ini tentu untuk menjaga kesuciansebuah prosesi ritual berbalut budaya local.
Proses ini sendiri kala itu, pada decade ratusan tahun silam, biasanya digunakan sebagai media untuk meminta hujan pada Sang Maha Kuasa. Beberapa alat atau media yang digunakan, seperti kain tenun ala Bayan, kemenyan yang sudah mengepulkan asap, serta sirih kapur dan perlengkapannya, digabung menjadi satu adonan, dalam sebuah mangkok tradisi dengan ketradisionalannya.
Sebagai akhir dari sebuah prosesi Suling Dewa ini, setiap pemain, selalu bersalaman minimal tiga kali. Hal ini, selain sebagai alat untuk saling memaafkan atas segala khilafan, lama maupun baru, juga bermakna sacral, dimana pada salaman tersebut, selalu membaca Basmalah.